Sabtu, 22 September 2012

PENCARIAN KEHARMONIAN DALAM PIKIRAN SKEPTISKU


PENCARIAN KEHARMONIAN DALAM PIKIRAN SKEPTISKU

ELegi-elegi adalah filsafat yang hidup (life filisofi) bukan teks book filosofi diharapakan dari membaca elegi-elegi ini kita bisa merangkai pengalaman kita sendiri dengan cara memahaminya. Apapun bidang ilmu kita bukan suatu alasan sebagai penghalang dalam mempelajari filsafat, karena pendekatan yang digunakan adalah pendekatan hidup. Pendekatan hidup adalah pendekatan yang sangat mendasar, yang menjadi perbedaan adalah bagaimana menjabarkannya, menguraikannya, dan memaknainya.
Filsafat tidak terlepas masalah hati dan pikiran kadang kita sebagai manusia skeptic terjebak dalam memaknai antara keduanya. Jadi pada dasarnya memaknai hati dan pikiran terletak pada metode yang kita gunakan sebagai pendekatannya.Hal ini terliaht pada pemikiran-prmikiran orang barat yang selalu mengutamakan pikiran dan terkesan mereka tidak mempunyai hati.
Dalam memaknai segala hal itu didasari atas dasar yang berdimensi baik objek pemakna dan yang memaknainya Sebagai contoh masalah kematian ,kita tidak bisa mendeskripsikan bagaimana nyawa itu keluar dari tubuh kita ,bagaimana malaikat menjabut nyawa dari jasadnya, kita tentunya butuh dimensi-dimensi tertentu dalam memaknainya.
Perbedaaan dalam kualitas metode yang kita gunakan menentukan kategori keilmuan tertentu. Dengan kualitas metede yang jelas maka kita akan termasuk dalam kategori perbincangan orang awam atau sudah masuk ke ranah filsafat ataukah sudah terjun dalam ranah spiritual.
Berbicara masalah filosofi lagi. Perbedaan mendasar pada filosofi adalah terbuka utuk ruang dan waktu. Karena filosofi adalah bagaimana kita berfikir terhadap sesuatu maka segala macam kemungkinan ada di dalamnya baik metode maupun objeknya.
Ranah budaya juga tidak terlepas dari filosofi karena budaya secara definisi merupakan hasil pemikiran manusia yagn dilakukan secara sadar. Budaya pada masyarakat sangat banyak sekali ragamnya. Jika kita lihat dari fungsinya bahwa budaya memperkuat daya ingat pada masyarakatnya adalah budaya yang sifatnya mencerdaskan. Ketika kita hidup dalam masyarakat maka pemikiran-pemikiran kita secara sadar atapun tidak sadar mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan kemasyarakatan. Meliahat pada faktanya bahwa pemikiran kita terbatas akan sesuatu, dibutuhkanlah suatu interaksi dalam masyarakat itu agar pemikiran-pemikiran yang terbatas itu bisa dkembangkan dan di optimalkan dalam penggunaanya bagi terjalinnya masayarakat yang toleran dalam suatu lingkungan.
Ketakjuban pemikiran-pemikiran individu yang ada dalam masyarakat bukan terlahir dari sesuatu yang besar akan tetapi terlahir dari hal paling sederhana. Ketakjuban pemikiran-pemikiran itu tidak terlepas dari hal-hal sederhana lebih tepatnya lagi terjadinya perbedaan antara objek pemikir dengan alam sekitar. Dari situlah muncul pemikiran-pemikiran logis yang menghasilkan suatu karya yang bermanfaat bagi lingkungan. Tetapi terkadang dalam pemikiran bertentangan dengan hati, yang menjadi hal penting ketika ini terjadi adalah bukan konflik yang ada antara hati dan pikiran tetapi bagaimana mencari suatu solusi. Terkadang solusi –solusi terhadap pemikiran dan hati kita anggap sebagai suatu yang yang sangat sulit.
Harmoni adalaah ketika sesuatu berjalan sesuai dengan fungsi dan haknya ,hidup ini akan berjalan dengan baik ketika ada harmoni pada diri kita dan lingkungan. Sebagai contoh hidung yang fungsinya sebagai indra pencium janganlah sampai mengambil alih fungsi telinga sebagai indra pendengaran, bagaimana jadinya ketika fungsi dan hak masing-masing tidak dijalankan atau bahkan diambil alih oleh yang lain maka terjadilah suatu kerusakan. Begitu juga dengan hati dan pikiran kita sebagai manusia yang berfikir hendakya tahu batasan-batasan mana yang perlu untuk pikiran dan batasan-batasan yagn perlu untuk hati. Karana hidup tidaklah akan bisa dilaksanakan ketika keharmonian tidak ada.
Harmoni akan tercapai tidak serta merta begitu saja tetapi dilakukan sepanjang hidup dengan ikhtiar yang continiu. Apa yang akan terjadi ketika bumi berhenti sejenak saja mngelilingi matahari atau keluar dari rotasinya beberapa derajat saja. Bisa kita bayangkan seperti apa dampaknya. Jadi keharmonian itu akan terjadi ketika sesuatu yang merupakan fungsinya dan hanya dilakukan secara terus menerus.

Selasa, 11 September 2012

MONOLOG SANG FILSUF DAN SANG PENGIKUT
Refleksi Pertemuan  2
PROLOG
Filsafat bisa didefinisikan sebagai apa saja yang terpenting adalah dasarnya,  dalam artian kenapa kita mendefinisikan filsafat seperti itu. Filsafat  identik dengan kebijakan .ketika kita bertanya apakah filsafat itu bijak ? sama saja kita mengatakan apakah orang itu manusia karena pada dasarnya filsafat adalah kebijakan.
Untuk lebih dalam mari kita simak diskusi SANG FILSUF dengan SANG PENGIKUT

SANG PENGIKUT :
“ Apa penyebab manusia bisa menganggap dirinya sebagai TUHAN apakah jiwa filsafatnya melampaui jiwa spiritualnya ? “
SANG FILSUF :
“Hal itu terjadi bukan lain karena manusia itu tergoda untuk menujukkan sisi kesombongannya secara sadar ataupun tidak sadar dan sombong adalah kesalahan utama manusia. Ketika manusia mengatakan AKU ADALAH TUHAN ketika itu juga kata AKU adalah hal yang tidak mungkin baik secara ucapan dan pikiran. Dan ketika kau berdoa saja dan doa mu penuh dengan aku , kita tidak bisa menjamin apakah itu bukan suatu kesombongan”.
SANG PENGIKUT :
“Menurut anda apakah sebenar-benar ilmu adalah kontradiksi ? “
SANG FILSUF:
“ Kontradiksi berfilsafat sangat beda dengan kontradiksi matematika ataupun ilmu yang lainnya. Sebagai contoh bahwa kontradiksi matematika adalah tidak konsisten. Jikalau tidak konsisten artinya tautologi ( apapun pasti benar ) akan tetapi dengan tautologi kita tidak mendapatkan apa-apa. Maka dalam filsafat dikatakan matematika bukan sebagai ilmu tetapi hanya penalaran saja. Nah… bagaimana dengan filsafat ..??? kontradiksi filsafat adalah BUKAN IDENTITAS kalo bukan identitas itu pasti kontradiksi sebagaimana lazimnya identitas adalah AKU ADALAH DIRIKU . tetapi ketika kita berfikir secara filsafat dengan sedalam dalamnya aku adalah aku tidaklah mungkin akan tercapai, aku yang sekarang bukan aku yang kemarin. Karena pada hakekatnya identitas hanyalah milik TUHAN.”
SANG PENGIKUT :
“ Apakah filosifi seseorang itu sudah dapat diterima atau direalisasikan dengan hanya pemikirannya atau diperlukan saint lagi dalam pembuktiannya ??
SANG FILSUF :
“Dalam filsafat ada filsafat dan ilmu filsafat begitu juga dengan pengetahuan. Ada pengetahuan dan ada juga ilmu pengetahuan, perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan ?? pengatahuan masih belum terstruktur masih ada dimana-mana dan berserakan  sedangkan ilmu pengetahuan sudah jelas metodenya jelas metodologinya jelas hakekatnya jelas pendekatannya dan jelas manfaat, etika dan estetisnya. Demikian juga dengan filsafat, filsafat adalah olah fikir akan tetapi belum tentu olah fikir  adalah ilmu filsafat dan sudah jelas dalam ilmu filsafat ada olah fikir.”

SANG  PENGIKUT :
“Jika kemurnian hati dapat dijadikan penetral bagi pemikiran yang tak terbatas bagaimana membedakan antara kata hati dan kata pemikiran agar tidak salah dalam mengambil keputusan ???”
SANG FILSUF :
“Dalam elegi saya hati adalah pikiran .. akan tetapi SIAPA..?? artinya bahwa filsafat itu tergantung orangnya ketika manusia berfilsafat dan kemudian merefleksinya itulah sebaik-baik filsafat. Ketika kau bertanya dengan kata MENGAPA itu artinya kau telah berfilsafat. Filsafat itu terletak pada diri sendiri.”
SANG PENGIKUT :
“Karena filsafat adalah induk segala ilmu bagaimana penerapan filsafat dalam bidang agama ..?? apakah filsafat yang berlandaskan agama ataukah agama yang berlandaskan filsafat ..??”
SANG FILSUF :
“Beragama itu berdimensi-dimensi,  individunya pun berdimensi dimensi. Begitu juga dengan berfilsafat. Berbeda ketika kita memahami agama dari segi implementasi dan memahami agama dari segi turunnya wahyu-wahyu.begitu juga dengan filsafat. Kalau dilihat dari segi formalnya filsafat lebih dulu dari agama. Pada hakekatnya hubungan antara filsafat dan agama ada pada diri kita masing-masing. Jikalau berdasarkan pendapat saya agama jauh lebih dulu dari filsafat dari segi persefektif implementsinya. Sebagai contoh kita kadang-kadang mengerjakan solat dulu baru berfikir  dan mencari tahu kenapa kita mesti solat”
SANG PENGIKUT:
“Apakah dampak negatif ketika ilmu filsafat tidak di pelajari ..????”
SANG FILSUF:
“Pertanyaan anda tidak ada bedanya ketika saya mengatakan “ APA RUGINYA SAYA TIDAK TAHU” jawabannya adalah disatu sisi anda rugi dan disisi lain lagi anda untung  semuanya tergantung dari apa yang anda ketahui. karena filsafat meningkatkan pemahaman kita akan sesuatu,apapun,atau yang mungkin ada.

SANG PENGIKUT :
“Bagaimna caranya agar kita bisa konsisten dengan pemikiran kita akan tetapi tidak menutup terhadap pemikiran orang lain..????
SANG FILSUF:
“Boleh-boleh saja anda terlibat  dan hal terbaik adalah terlibat , dan dari sana anda akan tahu sejauh mana konsep pemikira anda benar. Dalam artian ketika anda melihat,mendengar pemikiran seseorang maka perlu anda memcari dan membuktikan kebenarannya atau keabsahannya dan dari sana anda bisa koreksi apa yang anda pikirkan dan anda yakini.”
SANG PENGIKUT:
“Bagaiman ketika orang salah berfikir akan tetapi dia tidak mau atau mengakui bahwa dirinya salah..???”
SANG FILSUF :
“Jadi andaikan kita berbicara dalam kontek agama, bahwa jangan engkau meminta maaf dalam solatmu saja akak tetapi dlam setiap saat dengan hati dan pikiran hingga samapai dlam tidurmu sekalipun ketika dalam kontek berfikir atau belajar .. belajar itu tidak cukup di dalam kelas saja tetapi setiap saat dimanapun dan kapan pun.. artinya bahwa kekontiniuan adalah hal yang terpenting”

Dari monolog SANG FILSUF dan SANG PENGIKUT diatas  ada beberapa pelajaran berharga yang perlu kita tahu bahwa berfilsafat pada dasarnya adalah bagaimana cara fikir kita untuk mengetahhi keberadaan kita sebagai manusia yang fana bukan sebagai dasar untuk MENGUSIK KEBERADAAN TUHAN ataupun hingga menganggap diri kita sebagai atau sama dengan tuhan
Ketika sebuah pertanyaan antara filsafat dan agama muncul, langkah terbaik adalah bukan menyalahkan si pemikir akan tetapi melihat dari aspek mana kita memandang. Bukan berarti agama lebih tinggi dari filsafat ataupun sebaliknya.
Tidak ada tolak ukur untuk mengetahui apakah ilmu filsafat itu bermanfaat atau tidak karena filsafat adalah meningkatkan pemahaman kita terhadap sesuatu naahh…. Sesuatu inilah sebagai landasan kita apakah ilmu filafat itu bermanfaat atau tidak. Ketika kita ingin mengetahui apakah sesuatu itu bermanfaat atau merugikan perlulah kita mendalami sesuatu tersebut sehingga keyakinan dan pemikiran kita tidak serta berubah akan tetapi lebih bermanfaat dan komplek
PERTANYAAN
1.      BAGAIMANA MENURUT ANDA , APAKAH SUATU TINDAKAN ITU PERLU KITA KERJAKAN TERLEBIH DAHULU BARU KEMUDIAN MENGETAHUI DASAR-DASARNYA ataukah PERLU MENGETAHUI DASAR-DASARNYA KEMUDIAN MENGERJAKANNYA..???
2.       MANAKAH YANG LEBIH BAGUS JIKALAU DILIHAT DARI PERSEPEKTIF HASILNYA ?

Minggu, 09 September 2012

REFLEKSI PERTEMUAN 1

Filsafat adalah suatu yang mempelajari tentang pola pikir,berfikir dan berfikir secara keritis dan mendalam terhadap semua tindakan alam semesta yang tak terbatas cakupannya. sehingga membingungkan untuk mendefinisikannya.Sesuatu pola fikir yang didasari atas kejadian-kejadian kongkrit menjadi persepektif abstrak yang mengglobal.

Perbedaan mendasar antara ilmu matematika dengan filsafat ilmu adalah arah pola pikirnya. matematika adalah suatu ilmu yang dimulai dengan hal yang abstrak ke hal yang kongkrit  akan tetapi filsafat ilmu sebaliknya dari hal-hal yang kongkrit menjadi abstrak.filsafat membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah.filsafat ilmu membahas tentang bagaimna pemikiran-pemikiran akan menjadi sebuah teori-teori baru dan landasan bagi suatu tindakan dan keyakinan. tidak hanya itu, filsafat akan meneliti secara kritis dan mendalam suatu hal yang dijadikan landasan ats keyakinan dan tindakan.

Ketika kita berfikir bahwa pola fikir (filsafat) merupakan suatu mahakarya yang bisa digunakan untuk mengkoreksi semua aspek, kita tidak sadar akan adanya ranah spiritual yang MUNGKIN terkadang tidak bisa di jangkau oleh pola fikir kita dan  memang itu faktanya.
ranah spiritual merupakan ruang yang absolut,tetap,dan tak akan berubah.ranah spiritual berpusat pada hati bukan berpusat pada pola pifir.bisakah kita menjelaskan perasaan hati kita dengan sebenar-benarnya dengan menggunakan pemikiran kita,? itu sesuatu hal yang tidak mungkin. mungkin kita bisa mengatakan "AKU SAYANG KAMU" tetapi dengan sejujurnya anda tidak bisa mengungkapkan makna yang sebenarnya dari yang paling dalam (hati/perasaa) dengan menggunakan logika atau pola fikir anda.dengan kata lain ranah spiritual di atas ranah filsafat.

Dari uraian membingungkan diatas saya ingin memberikan sebuah pertanyaan yang mungkin perlu dijawab oleh saya sendiri yang belum tahu tentang filsafat atau oleh orang yang mengerti arti dan makna sebenarnya dari ranah filsafat itu.pertanyaa itu akan saya ilustrasikan dalam wacana buram.

Wacana Buram 1
" Ranah spiritual adalah suatu aspek yang absolut dan tidak biosa di tawar.disatu sisi kita mempunyai ranah filsafat ( pola pikir) adalah ADA dalam sisi kita. sering kita melihat beberapa individu bisa menjangkau ranah spiritualnya( saya tekankan pada KEYAKINAN)  dengan ranah pola fikirnya/filsafat. contoh kongkrit adalah orang atau sekumpulan orang yang berfindah keyakinan didasarkan oleh filosfinya atau pola pikirnya saya tekankan lagi berfindah agama karena pola pikir.
dari sekilas gambaran diatas APAKAH kita mesti bilang dan harus meyakini bahwa ranah spiritual tidak bisa dijangkau oleh ranah filsafat ? thinking again !
  Wacana Buram 2
Sebenaranya ini suatu pertanyaan gila yang syarat dengan makna. suatu pertanyaan yang membuat anda berfikir lagi. bukan berfikir tentang tuhan tapi berfikir lagi tentang keterbatasan kita. 
pertanyaannya adalah :
Tuhan adalah mahakuasa dia paling  dan terkuasa di jagad raya ini dengan mudah dia bisa menciptakan apa yang di inginkannya pertanyaan adalah bisakah tuhan menciptakan sesuatu yang lebih kuasa dan lebih kekal dari dirinya ? tinking again !

"Dari wacana di atas saya ingin mengatakan dari kebodohan saya ternyata di satu sisi ranah spiritual mapu dijangkau oleh ranah filsafat disatu sisi lagi ranah filasafat tidak akan bisa menjangkau ranah spiritual "

jikalau saya keliru ( saya memang keliru dan belum faham) mohon untuk diperlurus dengan selurus-lurusnya
saya menulis ini bukan untuk mengusik keberadaan tuhan akan tetapi untuk menyadari kekurangan kita dalam konteks berfikir