Retorika kebingungan filsafat
Endang
wahyuningsih ( 12709251050)
Budiman
sani (12709251054)
1.
Apakah
diriku ?
Jawaban : Secara garis
besar, diriku merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan diriku juga merupakan makhluk
sosial. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, diriku berusaha melaksanakan segala hal
yang berhubungan dengan rohani. Karena agamaku Islam maka aku berusaha untuk
menjalankan perintah Allah dan Nabi Muhammad. Sebagai makhluk sosial diriku
berusaha bertindak dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Tanggapan : Secara
filsafat diriku adalah manusia berfikir yang tentunya ada karena pikiran itu
sendiri memang benar bahwa kita adalah mahluk tuhan dan mahluk sosial akan
tetapi itu sudah menjadi kodrat. yang menjadikan diriku itu adalah ketika aku
bisa berfikir tentang hal yang menjadikan aku ada dan berbeda sebagai
pembanding dari yang lain.
2.
Apakah
ketika tersenyum dalam tangis atau sebaliknya adalah suatu kebohongan ?
Jawaban : Bisa kebohongan bisa juga
bukan. Ketika maksudnya adalah untuk menyembunyikan keadaannya supaya tidak
diketahui orang lain maka itu kebohongan.
Tetapi jika keadaannya dia bahagia sampai dia menangis (saking
terharunya), maka itu bukan kebohongan.
Tanggapan :Apa yang dikatakan
adalah benar akan tetapi terkadang tangis dalam dalam senyum atau sebaliknya
adalah suatu bentuk sikap yang ditunjukkan manusia ketika dia memberontak dan menunjukkan ketegaran atau kelemahan dari insan itu sendiri
3.
Apakah
ketika kita melakukan sesuatu itu menunjukkan bahwa aku bukan orang
yang telah bersyukur terhadap apa
yang aku telah dapatkan ?
Jawaban : Menurut saya, itu manusiawi.
Ketika seseorang telah mendapatkan sesuatu maka dia menginginkan yang lebih
baik lagi. Perasaan itulah yang akan memberikan motivasi kepada manusia untuk
meningkatkan usahanya agar hasilnya lebih baik lagi. Tetapi jangan menjadi
orang yang rakus, dalam artian dia tidak pernah merasa puas terhadap hasil yang
dicapainya.
Tanggapan : Ketika kita merasa
puas akan pencapaian kita disitulah terlahir kesombongan dari diri kita dan
kita terancam oleh mitos sendiri akan tetapi ketika kita tidak puas dengan
pencapaian itu apakah kita termasuk orang yang tak bersyukur ? itulah yang menjadi kebingunganku
4.
Bagaimana
seorang manusia menggapai ikhlas sedang dia masih punya tujuan tertentu dalam
hidupnya ?
Jawaban : Ikhlas
diperoleh dengan hati yang bersih dan tulus. Tidak masalah manusia mau
mempunyai tujuan tertentu, yang penting
tujuan tersebut intinya adalah untuk menggapai ridho Allah.
Tanggapan :Yang menjadi permasalahan
adalah tujuan seperti apa yang bisa dikatakan menggapai ridho ilahi karena kita
tahu bahwa banyak sekali tujuan-tujuan yang berdasarkan atas tuhan tapi setelah
dilihat secara seksama itu hanya sebagai kedok semata.
5.
Apa
yang membatasi hati dan pikiran?
Jawaban : Yang
membatasi hati dan pikiran adalah keragu-raguan/kekhawatiran/kecemasan.
Tanggapan : Bedasarkan pendapat
saya keragu-raguan, kekhawatiran dan kecemasan merupakan bersumber dari pikiran semata karena semua itu terjadi
ketika kita dihadapkan pada situasi yang terdiri dari dua sisi yang secara
logis memiliki pertimbangan yang sama terhadap kedua sisi terseebut
6.
Secara
filsafat dimanakah hati itu ?
Jawaban : Secara
tepatnya aku tidak tahu di mana letak hati. Kurasa hatiku ada di mana-mana. Ada
di tangan, di kaki, di kepala,di badan,
di rambut, di kuku, dsb. Yang jelas,
hati akan memberikan bisikan pada diri kita mana yang baik dan mana yang
buruk.
Tanggapan : Hati itu sebenarnya adalah berada
di atas pikiran ketika pikiran tak mampu menjelaskan fenomena-fenomena dalam
hal ini yang menyangkut dengan spiritual
maka hatilah sebagai landasan atau tolak ukur kita berpijak.
7.
Akankah
keikhlasan itu terlahir dari suatu keterpaksaan ?
Jawaban : Bisa
saja. Contohnya, seseorang yang ditinggal
mati orang yang dicintainya, tentunya awalnya dia tidak ikhlas. Tetapi
dengan keyakinan bahwa kematian adalah takdir Tuhan maka akhirnya dia ikhlas. Tetapi
tidak semua keikhlasan lahirnya dari
keterpaksaan.
Tanggapan :Menurut saya keyakinan
itu tidak mungkin terlahir dari sebuah keterpaksaan ,kita salah mengartikan
keikhlasan, karena keterpaksaan yang dilakukan secara terus menerus akan
mengkibatkan kebiasaan dari keterpaksaan , dan kebiasaan itu tidak bisa kita
anggap sebagai suatu keikhlasan.
8.
Bahagia
itu apa dan bagaimana aku mendapatkannya ?
Jawaban : Bahagia
adalah kesenangan
dan ketenteraman hidup (lahir batin). Secara lahir, manusia bisa mendapatkan
kebahagiaan dengan berusaha/berikhtiar
misalnya bekerja untuk mendapatkan kekayaan, pangkat/jabatan, nama baik dan
sebagainya . Secara batin manusia harus
berdoa meminta kepada Allah agar diberikan kesenangan dan ketenteraman batin .
Tanggapan : Ketenteraman dan
kesenangan bukan tolak ukur dari bahagia , bahagia ada ketika apa yang kita
cita-citakan itu terwujud , apa yang kita lakukan itu dikerjakan secara ikhlas.
Bukan semata-mata karena hanya kesenangan semata.
9.
Dari
sisi filsafat mengapa tuhan mesti menciptakan syaitan yang mendorong kita ke
arah keburukan sedang tuhan mewajibkan kita untuk selalu berada dalam kebaikan
?
Jawaban : Karena
Allah ingin menguji seberapa kuatkah
iman seseorang. Jika seseorang imannya baik maka dia tidak akan mudah
terpengaruh dengan godaan syaitan. Itulah orang-orang yang menjadi pilihan
Allah. Jaminannya adalah surga. Jika
iman seseorang kurang maka dengan mudah akan
terpengaruh dengan godaan syaitan dan tempatnya adalah neraka.
Tanggapan : Kita tahu bahwa tuhan
mengingikan setiap ummat manusia berada dijalannya akan tetapi apa yang ada
dibumi telah di tetapkan sejak sebelum bumi itu ada, jikalau memang tujuan dibuatnya syaitan itu untuk menguji
manusia , kenapa perlu ada ujian yang pada akhirnya manusia terkadang tidak lulus dalam ujian itu dan menjadi
manusia yang keluar dari jalan tuhan? Dan
ternyata hal tersebut bertolak belakang dari tujuan tuhan sendiri ?
10. Secara pemikiran dan spritual
kita tahu bahwa tuhan adalah maha kuasa, maha bisa, maha mampu, dan maha segala-galanya. apakah tuhan
mampu menciptakan sesuatu yang lebih kuasa,lebih mampu,lebih bisa dan lebih segala-galanya dari dirinya sendiri
?
Jawaban : Secara
pemikiran, jelas mampu. Dengan sifat-Nya yang
“Maha” dalam hal apapun, pasti Tuhan mampu menciptakan apapun,
termasuk menciptakan sesuatu yang lebih kuasa, lebih mampu,lebih bisa dan lebih segala-galanya dari diri-Nya. Secara
spiritual, Tuhan itu bersifat “Maha”,
artinya “Paling”. Jadi tidak mungkin ada sesuatu yang melebihi ke-Maha-an
Tuhan. Dalam hal ini, kita harus berhati-hati bahwa “dalam berfilsafat, jangan
sampai kita melebihi aspek spiritual”.
Tanggapan : Saya sependapat bahwa
apa yang saya tanyakan diluar logika kita , dan disinilah hati kita gunakan
sebagai tolak ukur dan dasar dari pertanyaan seperti ini. Semoga kita bukan termasuk dalam
orang-orang yang meragukan dan mengusik keberadaan tuhan.